JEJAK HATI
MENUJU DISKUSI
Tak ada celah kosong, langit kala itu menebar sejuta bintang
bergemilau, bagitupun diriku yang berdiam diri di kamar kosong, tiada teman dan
juga sebuah hiburan, hanya saja lantaiku bertabur kerta-kertas putih yang
sayangnya juga penuh tinta tulisan. Ya, tulisan yang membuat diriku terpisah
dari sebuah ketenangan, “akankah esok bisa kubakar semua gelisahku ini,
hah.. nasib, nasib” gerutuku dalam penantian.
Mataku sudah lelah memandang monitor
windows7, otakku juga sudah kuputar berbibu derajat ke-kiri dan ke-kanan, namun
kertas kosong masih terbentang dalam lembar kerja digital di laptopku, didalam
putus asa aku menggurutu kembali “ biarlah.., lagian kalau besok belum
rampung bukan cuma aku yang kena marah dosen kan, merekapun pasti juga kena
marah, ya sudahlah” entah setan apa yang merasukiku, tanpa sengaja mataku
telah bepautan, memberikan sensasi legah dari segala lelah yang tengah
melandadan menghilang pergi ke dunia antah berantah, begitupun ruhku, dia telah
bermain dalam ilusi yang tiada jemu, didalam mimpi tidur lelapku.
******
Embun mulai membasahi wajahku,
membangunkan diriku dari mimpi indahku. Jam dinding masih menunjukkan tepat
pukul enam pagi dan kesadaranku masih belum juga kembali, remang-remang kulihat
dua orang gadis sedang duduk didepan layar laptopku, yang satu begitu khusuk
memencet tombol-tombol keyboard dan yang satunya dengan lantang membacakan teks
dari lembar-lembar kertas yang tadinya sempat berhamburan disamping tempat
tidurku.
“hoaam...” aku menguap,
menandakan jarak antara alam sadar dan bawah sadarku masih begitu dekat dan
memungkin untuk aku cepat meninggalkan salah satunya. Gadis dengan kerudung
dipundaknya itu menoleh kearahku, sembari menebar senyum, dia menyapaku “
sudah bangun er... maaf tadi aku tidak membangunkanmu, aku langsung saja
mengerjakan tugas ini” dan aku baru sadar dengan tugas yang ingin ku abaikan
saja waktu itu.
“Maaf Er.. tadi malam kita gak bisa datang. Aku
udah coba nge-chat kamu, tapi kamunya Cuma centang, maaf ya....” ungkap
gadis yang berada di sebelahnya dengan tetap memegang kertas ditangannya, aku
baru ingat klo paketanku udah habis dua hari yang lalu dan belum sempat aku isi
lagi, “ ya udahlah gak papa...” sambil berlalu ke kamar mandi aku tetap acuh
tak acuh kepada mereka, dan mereka mengerti akan hal itu lalu kembali dengan
tugas mereka lagi.
Sesaat aku berada didalam kamar
mandi dan kini tiada lagi terdengar suara pembacaan naskah yang dilakukan oleh
Ratih, entah guyuran air yang terlalu nyaring ditelinga atau memang ia sudah
berhenti dari pembacaannya, yang jelas akupun tak peduli. Kusiram kembali
tubuhku yang baru saja berhenti dari ritual pemandian, sambil memandangi
bayangan tubuhku di cermin yang kini basah kuyupoleh air “ah... sepertinya
perutku mulai membuncit lagi, mungkin aku perlu diet” sambil kupegangi
perutku yang menurut orang masih tergolong tubuh yang seksi.
“Erna... kami pulang dulu ya... itu tugasnya sudah selesai” teriak mereka
dari dalam kamarku, sesuai perjanjian mereka yang mengerjakan dan aku yang
membayar untuk biaya fotocopy-annya. Aku sudah selesai dengan ritualku
dan mulai keluar dari tempat peribadatanku, karena kurasakan tubuhku sudah
mulai bersih dari noda dan kotoran. Segera aku menghampiri laptopku dan kulihat
apakah tugasnya benar-benar sudah selesai. “memang bener selesai sih...tapi
kalau copas ya jangan terlalu mencolok gitu kenapa?” dengan handuk masih
menyelimuti tubuhku aku meperbaiki hasil ketikan mereka,atau lebih bisa kusebut
hasil plagiat mereka. Dan akhirnya tulisan itupun benar-benar sempurna.
*********
Jam menunjukkan pukul 06:50, dan kini giliranku memberikan file
kepada petugas penjaga fotocopy, “silahkan mbak....” sapanya
padaku, entah setan apa yang telah menutup matanya sehingga ia mempersilahkan
aku terlebih dahulu dari laki-laki yang berada disampingku, protespun aku tak
mampu, mungkin dia hanya akan berprasangka “sok banget nih cewek, dikasih
hati malah minta otak”. Dan laki-laki disampingkupun tidak terlalu
mempermasalahkan hal itu, mungkin karena ini sudah menjadi tradisi didunia anak
muda atau semacamnya.
“ini mas flashdisknya, file-nya ada di folder titip” seraya memberikan
flashdisk berwarna abu-abu itu. Dia mengambilnya sambil tersenyum
kepadaku, entah disengaja atau tidak kurasa dia juga sempat membelai tanganku.
Aku dibuat jengkel olehnya, aku hanya bisa menahan emosi didalam hatiku “brengsek...
main pegang-pegang aja” ucapku dalam hati.
Setelah usai aku langsung saja keluar dari tempat itu, pengap
rasanya selalu diperhatikan seperti itu oleh lelaki yang tidak kukenal,
ditambah lagi pacarnya yang berada disamping seperti memaklumi akan hal itu “dasar
dunia abnormal” kataku dalam hati.
“drum....”sepertinya aku kenal suara itu. Ya, suara klasik motor salah satu
teman kelasku, sifatnya yang kurang begitu acuh pada orang lain membuatku
jengkel kepadanya. Benar saja dia baru saja lewat didepanku tanpa sapa tanpa
apa dan dia lewat begitu saja, seperti sedang tak melihat apa-apa, padahal
disini ada seseorang yang membutuhkan tunggangan untuk juga sampai kekelasnya. “kenapa
hari ini aku sial banget sih. Dia juga, katanya mau nganterin tapi tak kunjung
datang” gerutuku sambil menerima nasibku sebagai seorang pejalan kaki yang
sedang menuju ke kelasnya
*****
Akhirnya perjuanganku untuk sampai ke kelas telah usai, meski hanya
dengan berjalan kaki toh aku sudah sampai juga, terlihat didepan kelas telah
berjejer kursi acak-acakan yang dihuni oleh para kaum lelaki, termasuk juga
Rendi, lelaki yang tak segan mengabaikan kaum hawa ketika berada didekatnya dan
begitulah dia sekarang, mengabaikan yang lainnya dan malah berkutat dengan
dunia androidnya sendiri.Seperti melakukan hal-hal yang serius, dia tak bisa
dihentikan dari kesibukannya sendiri itu, “buat apa aku mikirin dia, ya
sudahlah” akupun mulai masuk kedalam kelas
“Erna...maaf, aku lupa gak jemput kamu” sapa gadis
berwajah luguh itu, “gak papa ko ev... hitung-hitung olahraga pagi”
balasku dengan ramah, meskipun aku agak jengkal kepadanya namun tak sampai
membuat hatiku dendam padanya. “erna.... kamu baca sub f & g ya!”
lanjut Evi, “ok...” balasku gampang. “apa...!!! baca? Ya ampun
bukannya menjelaskan” ungkapku dalam hati, aku hanya bisa menggaruk-garuk
kepala mendengar hal itu. Dan akupun duduk mencoba berkonsen untuk
mempelajarinya.
Setengah jam telah berlalu dan tak sedikitpun kulihat ada
tanda-tanda kelas akan segera dimulai, “tuh dosen kok pasti selalu
begini sih...” gerutuku sambil memegang kertas makalah, kulihat jam dinding
sudah menunjukkan bahwa seharusnya kelas sudah dimulai lima belas menit yang
lalu. “libur saja sudah, ngapain juga nunggu orang yang gak jelas
kedatangannya...” sahut lelaki yang duduk dipojok kelas, fikirku “enak
juga sih” karena aku masih belum begitu mengerti dengan materi yang akan
kusampaikan
“bagaimana buk koor...?” sambil berjalan dia bertanya padaku dengan gayanya yang sok jadi
pahlawan kelas “yah.... mau giana lagi, kita tunggu saja lima menit lagi
sebagaimana perjanjiannya, klo memang masih belum datang kita bubar saja”
jawabku dengan santai.
Penantian kami tinggal menghitung jari saja dan dosenpun muncul
dari balik pintu dengan sifat santainya, rasanya sebal sih, tapi harus gimana
lagi.“Assalamualaikum wr wb, maaf saya terlambat” dia memulai membuka
kelas, “tak usah dibilang juga kami udah ngerti pak klo anda memang telat, lagian
kenapa selalu begini...” gerutuku dalam hati. Mungkin ketika difikir lagi
Cuma ada satu alasannya, bayaran atas usaha yang ai nantikan. Entahlah haruskah
aku merasa sebal dengan hal ini. “silahkan yang persentasi langsung saja
dimulai” ucapnya dengan santai. Kami bertigapun langsung maju dan memulai
penjelasan mengenai makalah kami.
*****
Usai sudah kita sampaikan beberapa materi makalah kami dan ini
pertanda dibukanya sesi diskusi, pertanyaan demi pertanyaan mereka berikan pada
kami.Taksatupun dari semua pertanyaan itu yang kami tidak mengarti akhirnya
kini pertanyaan teraksir perlu kami jawab. Dengan gagahnya aku berkata “mungkin
anda perlu melihat realita yang terjadi di masyarakat kita, didalam
kenyataannya keluarga seseorang yang meninggal tidak diberatkan sedikitpun
dalam hal pemberian makan terhadap penta’ziah, karena keseluruhan penyajian
yang ada disana semuanya itu dari masyarakat yang membawa bahan makanan(penta’ziah)
begitupun dengan tenaga kerjanya, para tetangga pasti akan selalu membantu
untuk mengolah itu semua” dilanjutkan dengan moderator yang mengambil alih
pembicaraan ini “bagaimana penanya? Apakah sudah merasa puas?”
Laki-laki itu tetap saja seperti
ingin membantai kami “ saya masih tidak setuju dengan hal itu, karenabeberapa
kasus yang ada telah menyebutkan bahwa seorang yang ditinggal mati oleh
keluarganya demi mengadakan acara seperti ini dia rela menggunakan perkara yang
haram untuk melakukannya, dan lagi Rasulallah SAW pernah bersabda yang artinya
: berhati-hatilah kamu sekalian pada perkara yang baru, karena setiap perkara
yang baru itu bid’ah, dan setiap bid’ah itu tercela atau sesat, dari sini bisa
kita fahami bahwa acara tersebut sudah tidak bisa lagi kita terapkan karena
adanya dalil yang melarangnya darihadits nabi yang shohih ini”
“shohih..?” aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hatiku, entah itu asli atau
hanya manipulasi, yang jeas fikiranku sekarang ini sudah buntu, begitupun
ketika aku melihat samping kira dan kananku, keliatannya ratih dan evipun sudah
tidak tahu lagi harus berkata bagaimana?. Tiba-tiba terdengar suara “moderator...”
sambil mengacungkan tangannya laki-laki pendiam itu ingin angkat bicara, entah
setan apa yang merasukinya karena sejauh ini tak pernah sekalipun aku mendengar
dia mengikuti alur diskusi yang sering kami lakukan dikelas ini. “entah
apakah dia mampu menjawab pertanyaan orang yang selalu aktif dikelas ini”
raguku dalam hati
“ ya silahkan saudara Rendi”
seru moderator. “bismillahirrahmanirrahim...” ucapnya mengawali
prakatanya “apakah ia sengaja merapal mantra?” tanyaku dalam hati sambil
sangat meragukannya. “saya awali dengan hadits kullu bid’atyun dholalah,
lafadz kullun dari hadits tersebut tidak bisa kita artikan sebagai kullun yang
bermakna semua dalam cakupan yang tidak terbatas karena disini ada qorinah yang
menunjukkan bahwa kullun itu memang benar-benar dima’nai sebagian, coba kita
lihat Atsar dari umar bin khattab ketika ummat pada waktu itu melakukan tarawih
secara berjamaah dia berkata “sesungguhnya paling nikmat/baiknya bid’ah adalah
ini” dan dalam kesempatan yang lain nabi juga pernah bersabda yang artinya
“barang siapa yang membuat perkara baru yang baik dalam islam maka dia akan
menerima pahala dan juga pahala orang yang melakukan hal tersebut setelahnya”
Aku hanya bisa berdecak kagum dengan apa yang ia katakan sampai
lupa menelan ludah “didalam al-qur’anpun hal semacam ini juga terjadi, coba
kita lihat dalam ayat wa kholaqna minal ma’i kullu syai’in hayyin yang artinya
dan kami mecptakan segala yang hidup itu dari air namun dalam kesempatan yang
lain Allah juga berfirman wa kholaqnal janna min marijin min nar yang artinya,
aku menciptakan jin dari percikan api neraka, bukankah kullu yang terdapat
dalam ayat sebelumnya sudah tidak mencakup universal ketika dalam ayat lain
dijelaskan jin terbuat dari percikan api nerka?” lanjutnya
“lalu menjawab permasalahan ekonomi, itu adalah dampak dari amalnya
sendiri sewaktu didunia, orang-orang pasti akan membantu tetangganya yang susah
terutamanya dalam hal ditinggal mati keluarganya, mungkin contoh yang anda
sebutkan itu adalah segelintir dari manusia yang sewaktu hidupnya tidak
bersosial dengan baik pada masyarakat sekitar sehingga begitulah yang terjadi.
Jadi dari saya acara tahlil sebagaimana yang dilakukan turun temurun oleh
masyarakat kita tidaklah sesat kecuali orang sesat yang menganggapnya sesat.”
Dia menutup pendapatnya dengan prakata yang sangat kejam
Kulihat andi sebagai penanya juga tak dapat mempercayainya
sekaligus geram dibuatnya namun lain hal nyadengan dosen yang ada dimuka para
audience, dia hanya memainkan hp dengan asyiknya sambil tersenyum menatap
layar, lau iapun terperanjat ketika moderator berkata “sudah selesai pak”
“ohh iya.. langsung saja ditutup” jawabnya dengan santai, moderatorpun
menutup acara diskusi pagi itu
Sambil berjalan menghampiri kursiku, mataku tak bisa lepas dari
rendi, entah apa yang ia lakukan tapi aku juga tak yakin dengan apa yang aku
spekulasikan dari kejadian barusan, alih-alih dia juga menatapku namun langsung
berpaling kembalim sungguh ironi apa dalam hatiku ini.
Muhammad Sadid
Nidlom F
Prodi : Ilmu
Hadits
Semester : 4
Komentar
Posting Komentar